Di-copy dari : http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=16812
Sejak babak penyisihan, juri Perang Mading adalah yang paling repot. Bukan hanya karena banyaknya kontestan saja, tapi juga disebabkan lokasi peserta yang menyebar. Membutuhkan waktu tempuh yang relatif lama.
Kedua, mayoritas peserta Perang Mading tampil bagus. Membuat juri berdecak. Sejak penyisihan, sulit memilih finalis di antara 60-an sekolah peserta.
Jadinya, demi mengedepankan kreativitas yang ditawarkan peserta, jumlah finalis membengkak. Kalau semula dipatok 40 finalis yang akan dipamerkan dalam Final Party, akhirnya diputuskan menjadi 48 mading.
Dua hari Final Party, 26-27 Juli di Cendrawasih Hall Insumo Palace Hotel, tugas berat kembali menghadang juri. Para juri yang terdiri dari awak wartawan Radar Kediri bahkan harus bekerja ekstra keras. Dua hari memelototi karya peserta.
Dalam Perang Mading kali ini, total ada sembilan trofi yang disediakan. Masing-masing kelompok, SMP dan SMA, berebut gelar menjadi The Best Overall, The Best Content, dan The Best Performance. Masih ada lagi special award yang disiapkan panitia. Yakni untuk Most Honda, Most Favourite tingkat SMP dan SMA, serta penghargaan untuk peserta dengan totalitas tinggi.
Dan, mereka yang bersuka cita karena menjadi jawara di antaranya adalah MAN 3 Kediri, SMP Pomosda, dan SMAN 1 Kediri. Bagi MAN 3 Kediri, ini merupakan gelar kedua untuk kontes yang sama dalam dua tahun ini. Tahun lalu, mereka mendapat gelar sebagai The Best Innovation. Sementara tahun ini meraih The Best Overall.
"Kami sudah bertekad untuk menang, karena itu senang sekali harapan itu jadi kenyataan," tutur Wury, leader kru mading MAN 3 Kediri. Tahun lalu, Wury juga telah ikut kru untuk lomba yang sama. Karenanya, banyak pengalaman yang bisa ditularkan. Apalagi sebelumnya, mereka juga menjadi finalis Deteksi Mading Jawa Pos.
Mading MAN 3 Kediri layak jadi jawara. Mengusung tema "The Movie" yang berbeda mungkin jadi salah satu faktor kemenangan. Dari segi isi atau artikel dan performance, nyaris sempurna. Mading berbentuk gedung bioskop yang bisa dilipat, ditambah dengan pop-corn raksasa serasa klop dengan tema.
"Tema itu sengaja diambil, karena saat ini perfilman Indonesia sedang bangun dari tidur panjangnya," lanjut siswi kelas XII ini. Bersama kesepuluh kru mading yang terdiri dari Ina, Vira, Welly, Zanuar, Helmy, Nadya, Fitri, Toni, Latif serta Wury sendiri, mereka mempersiapkan mading menuju final.
Kemenangan yang mereka raih bukan tanpa rintangan. Berbagai kegiatan sekolah dan ekstrakulikuler membuat kru mading susah berkumpul. Persiapan final dikebut selama tiga hari. "Hari terakhir, semalaman kami nggak tidur," kenangnya sambil tersenyum.
Untungnya, dukungan dari pihak sekolah besar. Sehingga, mereka bisa berhasil dan membawa nama sekolah mereka.
Sama halnya dengan SMP Pomosda Nganjuk, peraih The Best Overall mading SMP. Dukungan dari pihak sekolah juga besar. Sehingga meski baru pertama berlaga, mading yang dikawal 14 awak ini bisa lolos. Bahkan menjadi jawara.
"Pihak sekolah memberi bimbingan bagi mereka, kami sering diskusi berkaitan dengan mading," ujar Lukman Ali, salah satu guru pembimbing mading.
Tema yang diangkat masih berkaitan dengan pemanasan global. Yaitu "Setetes Air untuk Dia". Berbentuk replika batang pohon yang tumbang, seperti dalam hutan. Mereka ingin manusia menyelamatkan sumber mata air yang sangat berguna untuk umat manusia.
Proses pembuatannya sekitar dua bulan. Nyaris tak ada kendala yang berarti dialami para kru mading selama pembuatan sampai bisa memenangi salah satu kategori. "Kami tentu saja senang sekali. Tahun lalu SMA Pomosda yang menjadi juara, tahun ini tampaknya giliran SMP-nya," lanjut pria yang akrab dipanggil Ali ini. Ya, tahun ini SMA Pomosda belum bisa mengulang kesuksesannya.
Lain halnya dengan kru mading SMAN 1 Kediri. Minim dukungan secara moral dan tanpa pengalaman, mereka nekat ikut Perang Mading 2. Namun, bukan anak muda jika gampang menyerah. Berbekal kekompakan dan keterampilan masing-masing, debut mading mereka menuai decak kagum para juri.
Tema unik dan berbeda "Japanesse Syndrom" menjadi pilihan. "Kami berpikir tema global warming sudah umum dipakai, karena itu kami angkat tema tersebut. Salah satunya karena Honda adalah produk Jepang," terang Rony, leader kru mading SMAN 1 Kediri.
Replika Pagoda, air terjun Niagara, rumah adat Jepang, dan genta menghiasi mading mereka. Ditambah lagi berbagai artikel yang berbau Jepang, seperti budaya, teknologi, kemasyarakatannya, bangunan antik, dan komik. "Kami menonjolkan pagoda karena bangunan ini memiliki arsitektur unik dan yang lihat bisa langsung nebak kalau mading kami bertema Jepang," tambah Renald, kru lainnya.
Selain Rony dan Renald, masih ada tujuh kru lainnya. Yaitu Rani, Rizal, Rifky, Kukuh, Pratiwi, Titis, dan Puput. Ditambah lagi, saat pameran para kru mengenakan kostum serba Jepang. Mulai pakaian kimono, dandanan ala Geisha, hingga tokoh-tokoh dalam komik Jepang "One Piece" yang terkenal.
Pantas saja jika mading SMAN 1 Kediri akhirnya dinobatkan sebagai The Best Performance. "Ikut pertama langsung menang, bahkan jadi juara umum. Sebuah kebanggan karena mengharumkan nama sekolah ," tambah Rony.
SMAN 1 Kediri memang menjadi juara umum pada School Contest tahun ini. Mereka berhasil memperoleh trophy terbanyak, yaitu 5 trophy.
Dengan prestasi tersebut, Rony dan teman-temannya berharap tahun depan suppport pihak sekolah bisa lebih besar lagi untuk even serupa.
Yang juga menjadi pemenang Perang Mading 2 tingkat SMA adalah SMAN 1 Pare (The Best Content). Untuk SMP ada SMPN 1 Gampengrejo (The Best Performance) dan MTsN Pucanglaban Tulungagung (The Best Content). Sedangkan untuk kategori Most Honda diraih MA Darul Hikmah Tulungagung, Most Favourite SMP oleh SMPN 1 Prambon Nganjuk, Most Favourite SMA oleh MAN 2 Kediri, dan untuk Totallity Performance diraih oleh SMAN Puncu.
Read More..